Kamis, 25 September 2014

SEJARAH KALIMANTAN TENGAH

 

Menurut legenda suku Dayak yang berasal dari Panaturan Tetek Tatum yang ditulis oleh Tjilik Riwut mengisahkan orang pertama yang menempati bumi atau menginjakan kakinya di Kalimantan adalah Raja Bunu.[4] Pada abad ke-14 Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit memerintah di Kerajaan Negara Dipa (Amuntai) yang berpusat di Candi Agung dengan wilayah mandalanya dari Tanjung Silat sampai Tanjung Puting dengan daerah-daerah yang disebut Sakai, yaitu daerah sungai Barito, Tabalong, Balangan, Pitap, Alai, Amandit, Labuan Amas, Biaju Kecil (Kapuas-Murung), Biaju Besar (Kahayan), Sebangau, Mendawai, Katingan, Sampit dan Pembuang yang kepala daerah-daerah tersebut disebut Mantri Sakai, sedangkan wilayah Kotawaringin pada masa itu merupakan kerajaan tersendiri.[5] Kerajaan Negara Dipa dilanjutkan oleh Kerajaan Negara Daha dengan raja pertamanya Miharaja Sari Babunangan Unro [miharaja= maharaja]. Raja tersebut telah mengantar salah seorang puteranya yang bernama Raden Sira Panji alias Uria Gadung [Uria= Aria] untuk memegang kekuasaan wilayah Tanah Dusun [atau Barito Raya] yang berkedudukan di JAAR – SANGGARWASI.[6]
Pada abad ke-16 Kalimantan Tengah masih termasuk dalam wilayah Kesultanan Banjar, penerus Negara Daha yang telah memindahkan ibukota ke hilir sungai Barito tepatnya di Banjarmasin, dengan wilayah mandalanya yang semakin meluas meliputi daerah-daerah dari Tanjung Sambar sampai Tanjung Aru. Pada abad ke-16, berkuasalah Raja Maruhum Panambahan yang beristrikan Nyai Siti Biang Lawai, seorang puteri Dayak anak Patih Rumbih dari Biaju. Tentara Biaju kerapkali dilibatkan dalam revolusi di istana Banjar, bahkan dengan aksi pemotongan kepala (ngayau) misalnya saudara muda Nyai Biang Lawai bernama Panglima Sorang yang diberi gelar Nanang Sarang membantu Raja Maruhum menumpas pemberontakan anak-anak Kiai Di Podok. Selain itu orang Biaju (sebutan Dayak pada zaman dulu) juga pernah membantu Pangeran Dipati Anom (ke-2) untuk merebut tahta dari Sultan Ri'ayatullah. Raja Maruhum menugaskan Dipati Ngganding untuk memerintah di negeri Kotawaringin. Dipati Ngganding digantikan oleh menantunya, yaitu Pangeran Dipati Anta-Kasuma putra Raja Maruhum sebagai raja Kotawaringin yang pertama dengan gelar Ratu Kota Waringin. Pangeran Dipati Anta-Kasuma adalah suami dari Andin Juluk binti Dipati Ngganding dan Nyai Tapu binti Mantri Kahayan. Di Kotawaringin Pangeran Dipati Anta-Kasuma menikahi wanita setempat dan memperoleh anak, yaitu Pangeran Amas dan Putri Lanting.[5] Pangeran Amas yang bergelar Ratu Amas inilah yang menjadi raja Kotawaringin, penggantinya berlanjut hingga Raja Kotawaringin sekarang, yaitu Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah. Kontrak pertama Kotawaringin dengan VOC-Belanda terjadi pada tahun 1637.[7]Menurut laporan Radermacher, pada tahun 1780 telah terdapat pemerintahan pribumi seperti Kyai Ingebai Suradi Raya kepala daerah Mendawai, Kyai Ingebai Sudi Ratu kepala daerah Sampit, Raden Jaya kepala daerah Pembuang dan kerajaan Kotawaringin dengan rajanya yang bergelar Ratu Kota Ringin[8]
Berdasarkan traktat 13 Agustus 1787, Sunan Nata Alam dari Banjarmasin menyerahkan daerah-daerah di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada VOC, sedangkan Kesultanan Banjar sendiri dengan wilayahnya yang tersisa sepanjang daerah Kuin Utara, Martapura, Hulu Sungai sampai Distrik Pattai, Distrik Sihoeng dan Mengkatip menjadi daerah protektorat VOC, Belanda. Pada tanggal 4 Mei 1826 Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kalimantan Tengah beserta daerah-daerah lainnya kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Secara de facto wilayah pedalaman Kalimantan Tengah tunduk kepada Hindia Belanda semenjak Perjanjian Tumbang Anoi pada tahun 1894. Selanjutnya kepala-kepala daerah di Kalimantan Tengah berada di bawah Hindia Belanda.[9] Sekitar tahun 1850, daerah Tanah Dusun (Barito Raya) terbagi dalam beberapa daerah pemerintahan yaitu: Kiaij Martipatie, Moeroeng Sikamat, Dermawijaija, Kiaij Dermapatie, Ihanjah dan Mankatip.[10][11]
Sejak tahun 1845, Hindia Belanda membuat susunan pemerintahan untuk daerah zuid-ooster-afdeeling van Borneo [meliputi daerah sungai Kahayan, sungai Kapuas Murung, sungai Barito, sungai Negara serta Tanah Laut] selain Residen terdapat juga Rijksbestierder alias Kepala Pemerintahan Pangeran Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana. Di dalam hierarki pemerintahan tersebut terdapat nama kepala suku Dayak seperti Tumenggung Surapati dan Toemenggoeng Nicodemus Djaija Negara.[12]
Berdasarkan Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, daerah-daerah di wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling menurut Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8.[13] Daerah-daerah di Kalteng tergolang sebagai negara dependen dan distrik dalam Kesultanan Banjar.[14]
Sebelum abad XIV, daerah Kalimantan Tengah termasuk daerah yang masih murni, belum ada pendatang dari daerah lain. Saat itu satu-satunya alat transportasi adalah perahu. Tahun 1350 Kerajaan Hindu mulai memasuki daerah Kotawaringin. Tahun 1365, Kerajaan Hindu dapat dikuasai oleh Kerajaan Majapahit. Beberapa kepala suku diangkat menjadi Menteri Kerajaan. Tahun 1520, pada waktu pantai di Kalimantan bagian selatan dikuasai oleh Kesultanan Demak, agama Islam mulai berkembang di Kotawaringin. Tahun 1615 Kesultanan Banjar mendirikan Kerajaan Kotawaringin, yang meliputi daerah pantai Kalimantan Tengah. Daerah-daerah tersebut ialah : Sampit, Mendawai, dan Pembuang. Sedangkan daerah-daerah lain tetap bebas secara otonom menjalankan hukum adat Dayak-Kaharingan, dipimpin langsung oleh para kepala suku, bahkan banyak dari antara mereka yang menarik diri masuk ke pedalaman. Di daerah Pematang Sawang Pulau Kupang, dekat Kapuas, Kota Bataguh pernah terjadi perang besar. Perempuan Dayak bernama Nyai Undang memegang peranan dalam peperangan itu. Nyai Undang didampingi oleh para satria gagah perkasa, diantaranya Tambun, Bungai, Andin Sindai, dan Tawala Rawa Raca. Di kemudian hari nama pahlawan gagah perkasa Tambun Bungai, menjadi nama Kodam XI Tambun Bungai, Kalimantan Tengah. Tahun 1787, dengan adanya perjanjian antara Sultan Banjar dengan VOC, berakibat daerah Kalimantan Tengah, bahkan nyaris seluruh daerah, dikuasai VOC. Sekitar tahun 1835 misionaris Kristen mulai beraktifitas secara leluasa di selatan Kalimantan. Pada 26 Juni 1835, Barnstein, penginjil pertama Kalimantan tiba dan mulai menyebarkan agama Kristen di Banjarmasin. Pemerintah lokal Hindia Belanda malahan merintangi upaya-upaya misionaris[15] Pada tanggal 1 Mei 1859 pemerintah Hindia Belanda membuka pelabuhan di Sampit.[16] Tahun 1917, Pemerintah Penjajah mulai mengangkat masyarakat setempat untuk dijadikan petugas-petugas pemerintahannya, dengan pengawasan langsung oleh para penjajah sendiri. Sejak abad XIX, penjajah mulai mengadakan ekspedisi masuk pedalaman Kalimantan dengan maksud untuk memperkuat kedudukan mereka. Namun penduduk pribumi, tidak begitu saja mudah dipengaruhi dan dikuasai. Perlawanan kepada para penjajah mereka lakukan hingga abad XX. Perlawanan secara frontal, berakhir tahun 1905, setelah Sultan Mohamad Seman gugur sebagai kusuma bangsa di Sungai Menawing dan dimakamkan di Puruk Cahu. Tahun 1835, Agama Kristen Protestan mulai masuk ke pedalaman. Hingga Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, para penjajah tidak mampu menguasai Kalimantan secara menyeluruh. Penduduk asli tetap bertahan dan mengadakan perlawanan. Pada Agustus 1935 terjadi pertempuran antara suku Dayak Punan yaitu Oot Marikit dengan kaum penjajah. Pertempuran diakhiri dengan perdamaian di Sampit antara Oot Marikit dengan menantunya Pangenan atau Panganon dengan Pemerintah Belanda. Menurut Hermogenes Ugang , pada abad ke 17, seorang misionaris Roma Katholik bernama Antonio Ventimiglia pernah datang ke Banjarmasin. Dengan perjuangan gigih dan ketekunannya hilir-mudik mengarungi sungai besar di Kalimantan dengan perahu yang telah dilengkapi altar untuk mengurbankan Misa, ia berhasil membaptiskan tiga ribu orang Ngaju menjadi Katholik. Pekerjaan beliau dipusatkan di daerah hulu Kapuas (Manusup) dan pengaruh pekerjaan beliau terasa sampai ke daerah Bukit. Namun, atas perintah Sultan Banjarmasin, Pastor Antonius Ventimiglia kemudian dibunuh. Alasan pembunuhan adalah karena Pastor Ventimiglia sangat mengasihi orang Ngaju, sementara saat itu orang-orang Ngaju mempunyai hubungan yang kurang baik dengan Sultan Surya Alam/Tahliluulah, karena orang Biaju (Ngaju) pendukung Gusti Ranuwijaya penguasa Tanah Dusun-saingannya Sultan Surya Alam/Tahlilullah dalam perdagangan lada.[17] Dengan terbunuhnya Pastor Ventimiglia maka beribu-ribu umat Katholik orang Ngaju yang telah dibapbtiskannya, kembali kepada iman asli milik leluhur mereka. Yang tertinggal hanyalah tanda-tanda salib yang pernah dikenalkan oleh Pastor Ventimiglia kepada mereka. Namun tanda salib tersebut telah kehilangan arti yang sebenarnya. Tanda salib hanya menjadi benda fetis (jimat) yang berkhasiat magis sebagai penolak bala yang hingga saat ini terkenal dengan sebutan lapak lampinak dalam bahasa Dayak atau cacak burung dalam bahasa Banjar.
Di masa penjajahan, suku Dayak di daerah Kalimantan Tengah, sekalipun telah bersosialisasi dengan pendatang, namun tetap berada dalam lingkungannya sendiri. Tahun 1919, generasi muda Dayak yang telah mengenyam pendidikan formal, mengusahakan kemajuan bagi masyarakat sukunya dengan mendirikan Serikat Dayak dan Koperasi Dayak, yang dipelopori oleh Hausman Babu, M. Lampe , Philips Sinar, Haji Abdulgani, Sian, Lui Kamis, Tamanggung Tundan, dan masih banyak lainnya. Serikat Dayak dan Koperasi Dayak, bergerak aktif hingga tahun 1926. Sejak saat itu, Suku Dayak menjadi lebih mengenal keadaan zaman dan mulai bergerak. Tahun 1928, kedua organisasi tersebut dilebur menjadi Pakat Dayak, yang bergerak dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Mereka yang terlibat aktif dalam kegiatan tersebut ialah Hausman Babu, Anton Samat, Loei Kamis. Kemudian dilanjutkan oleh Mahir Mahar, C. Luran, H. Nyangkal, Oto Ibrahim, Philips Sinar, E.S. Handuran, Amir Hasan, Christian Nyunting, Tjilik Riwut, dan masih banyak lainnya. Pakat Dayak meneruskan perjuangan, hingga bubarnya pemerintahan Belanda di Indonesia. Tahun 1945, Persatuan Dayak yang berpusat di Pontianak, kemudian mempunyai cabang di seluruh Kalimantan, dipelopori oleh J. Uvang Uray , F.J. Palaunsuka, A. Djaelani, T. Brahim, F.D. Leiden. Pada tahun 1959, Persatuan Dayak bubar, kemudian bergabung dengan PNI dan Partindo. Akhirnya Partindo Kalimantan Barat meleburkan diri menjadi IPKI. Di daerah Kalimantan Timur berdiri Persukai atau Persatuan Suku Kalimantan Indonesia dibawah pimpinan Kamuk Tupak, W. Bungai, Muchtar, R. Magat, dan masih banyak lainnya.
Tahun 1942, Kalimantan Tengah disebut Afdeeling Kapoeas-Barito yang terbagi 6 divisi.


TUGAS
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI
UJI GULA DALAM URIN



Oleh :
Nama : Rahmah Safitri
                                                         Kelas : XI IPA 1


SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 PALANGKA RAYA
KALIMANTAN TENGAH
I.TUJUAN
     Mendeteksi ada tidaknya glukosa di dalam tubuh.
II. ALAT DAN BAHAN
v Alat tulis
v Kertas
v Tabung reaksi
v Lampu bunsen
v Penjepit tabung reaksi
v Pipet
v Urin (air seni)
v Larutan benedict
v Gula
v Air
III. CARA KERJA
v Ujilah larutan gula dengan larutan Benedict sebagai pembanding perubahan warna yang terjadi.Caranya buatlah larutan gula dari satu sendok makan gula yang dilarutkan kedalam setengah gelas air.
v Masukkan 20 tetes larutan gula itu kedalam tabung reaksi.
v Tetesi larutan gula dengan 5 tetes larutan Benedict,kocok hingga tercampur merata.
v Jepitlah tabung reaksi dengan penjepit.Panasi ujung tabung reaksi di atas nyala api lampu bunsen.Memanaskannya harus sebentar-sebentar diangkat agar tidak hangus(gosong).Jangan sampai mendidih.Pemanasan yang berlebihan menyebabkan perubahan warna yang tidak cocok.Waktu pemanasan sekitar 3-5 menit.
v Amati perubahan warna yang terjadi.Apabila mengandung gula,bahan ini menunjukkan endapan berwarna merah bata.
v Kemudian,ujilah urin dengan cara yang sama dimulai dari langkah kerja nomor 2,hanya saja larutan gula diganti dengan urin.Sebaiknya semua siswa menguji urin masing-masing dengan seksama.

V. MENJAWAB PERTANYAAN
     1. Perubahan warna apakah yang terlihat pada urin sebelum dipanasi dengan sesudah diatas lampu Bunsen?Mengapa demikian?
          Jawaban :
Sebelum dipanaskan di atas lampu Bunsen urin akan berwarna biru muda dan sesudah dipanaskan urin akan berwarna hijau pekat yang artinya urin mengandung glukosa meskipun kadarnya sedikit.
     2. Jika pada sampel urin yang kalian uji ternyata ditemukan adanya endapan berwarna merah bata,apa artinya?
          Jawaban :
Pada uji glukosa, jika urine membentuk endapan merah bata menunjukkan bahwa urine positif mengandung glukosa.
     3.Kira-kira apa yang sebenarnya terjadi pada tubuh seseorang jika menunjukkan merah bata? Langkah apa yang perlu dilakukan agar tubuhnya kembali sehat?
          Jawaban :
Kira-kira yang terjadi pada tubuh seseorang jika menunjukkan merah bata adalah menderita penyakit diabetes mellitus (kencing manis).
Agar tubuhnya kembali sehat langkah yang perlu dilakukan adalah :
1.     Melakukan pengobatan secara teratur,berkonsultasi ke dokter
2.     Berolahraga secara teratur
3.     Mengurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula
4.     Banyak meminum air putih

VII. KESIMPULAN
Pada percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada uji glukosa, jika urine membentuk endapan merah bata menunjukkan bahwa urine positif mengandung glukosa. Namun jika warna urine bening, keruh, putih, atau hijau menunjukkan kadar glukosa nol. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam urine tersebut tidak mengandung bahan-bahan lain yang merugikan atau peluang diabetes melitus nya sangat kecil.Jika ada yang positif mengandung glukosa terlalu banyak maka harus melakukan langkah-langkah pengobatan agar tubuhnya kembali sehat,misalnya Melakukan pengobatan secara teratur,berkonsultasi ke dokter,berolahraga secara teratur,mengurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula,banyak meminum air putih.


TUGAS
MENCARI SEJARAH KEPERAWATAN

NAMA : RAHMAH SAFITRI
NIM : PO.62.20.1.14.032
REGULER XVII KEPERAWATAN







POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKARAYA
KALIMANTAN TENGAH
2014
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
A.  PERKEMBANGAN KEPERAWATAN DI DUNIA
1.   Zaman purba
Dimana pada dasarnya manusia  diciptakan telah memiliki naluri untuk merawat diri sendiri sebagaimana tercermin pada seorang ibu.naluri yang sederhana adalah memelihara kesehatan dalam hal ini adalah menyusui anaknya sehingga harapan pada awal perkembangan keperawatan,perawat harus memiliki naluri keibuan (mother instinct) kemudian bergeser ke zaman purba di mana pada zaman ini orang masih percaya pada sesuatu tentang adanya kekuatan mistis yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia,kepercayaan ini dikenal dengan nama animism,dimana seseorang yang sakit dapat disebabkan karena kekuatan alam atau pengaruh kekuatan gaib.Kemudian dilanjutkan dengan kepercayaan pada dewa-dewa dimana pada masa itu penyakit dianggap disebabkan karena kemarahan dewa sehingga kuil-kuil didirikan sebagai tempat pemujaan dan orang yang sakit meminta kesembuhan di kuil tersebut dengan bantuan priest physician.
2.   Zaman Keagamaan
Pada zaman ini,perkembangan keperawatan ini mulai bergeser ke arah spiritual dimana seseorang yang sakit dapat disebabkan karena adanya dosa atau kutukan Tuhan.Pusat perawatan adalah tempat-tempat ibadah sehingga pada waktu itu pemimpin agama dapat disebut sebagai tabib yang mengobati pasien karena ada anggapan yang mampu mengobati adalah pemimpin agama sehingga pemimpin agama dijunjung tinggi.Sedangkan perawat dianggap sebagai budak dan mendapat penghargaan yang rendah karena pekerjaannya didasarkan perintah dari pemimpin agama yang berperan sebagai tabib.

3.   Zaman Masehi
Pada permulaan masehi,agama Kristen mulai berkembang.Pada masa ini keperawatan mengalami kemajuan yang berarti seiring dengan kepesatan perkembangan agama Kristen. Organisasi wanita pertama yang dibentuk pada saat itu dinamakan Deaconesses,mengunjungi orang-orang sakit dan anggota keagamaan laki-laki memberikan perawatan serta mengubur orang mati.Pada perang salib perawat laki-laki dan perempuan bertugas merawat orang-orang yang luka dalam peperangan tersebut.
Kemajuan  profesi keperawatan pada masa ini juga terlihat jelas dengan berdirinya rumah sakit terkenal  di Roma yang bernama Monastic Hospital. Rumah sakit ini dilengkapi dengan fasilitas perawatan berupa bangsal-bangsal perawatan untuk merawat orang sakit serta bangsal-bangsal lain sebagai  tempat merawat orang  cacat,miskin dan yatim piatu.
Seperti halnya di Eropa,pada pertengahan abad VI masehi keperawatan juga berkembang di benua Asia.Tepatnya di Timur Tengah seiring dengan perkembangan agama islam.Pada masa ini di jazirah Arab berkembang pesat ilmu pengetahuan seperti ilmu pasti,ilmu kimia,hygiene dan obat-obatan.Hal ini menyebabkan keperawatan juga berkembang.Prinsip dasar keperawatan,seperti pentingnya menjaga kebersihan diri (personal hygiene),kebersihan makanan,air dan lingkungan berkembang pesat.Tokoh keperawatan yang terkenal dari dunia Arab pada masa ini adalah Rafidah.

4.   Permulaan abad XVI
Struktur dan orientasi masyarakat berubah dari orientasi keagamaan menjadi orientasi pada kekuasaan,yaitu perang,eksplorasi kekayaan alam serta perkembangan pengetahuan.Akibatnya banyak gereja dan tempat ibadah ditutup,padahal tempat ini digunakan oleh ordo-ordo keagamaan untuk merawat orang-orang sakit.
           
5.   Perang Saudara sampai Awal Abad ke-20
Clara Barton,pendiri Palang Merah Amerika,merawat para serdadu di medan perang,membersihkan luka,memenuhi kebutuhan dasar,dan menentramkan mereka dalam menuju ajal.Tokoh yang berpengaruh lainnya selama perang saudara adalah Dorothea Lynde Dix,Mary Ann Ball (Mother  Bickerdyke),dan Harriet Tubman (Donahue,1996).Sebagai pengawas dari perawat wanita di Kesatuan Tentara Union,Dix mengorganisasikan rumah sakit,mengangkat perawat,dan mengawasi serta mengatur persediaan suplai kepada serdadu.Mother Bickerdyke mengatur pelayanan ambulans,melakukan supervisi perawat,dan memasuki area terlarang di medan perang saat malam hari untuk menyelamatkan korban perang. Harriet Tubman berperan aktif dalam pergerakan Underground Railroad dan membantu pembebasan 300 orang budak (Donahue,1996).
Keperawatan di rumah sakit berkembang pada abad ke-19.Akan tetapi,keperawatan komunitas baru berkembang pada tahun 1893 saat Lillian Wald dan Mary Brewster membuka Henry Street Settlement,yang focus pada kebutuhan kesehatan dari penduduk miskin yang tinggal di rumah-rumah petak di kota New

York (Donahue,1996).
6.   Abad ke-20
Pada awal abad ke-20 terjadi perubahan kea rah cabang keperawatan yang berbasis pada penelitian dan ilmu pengetahuan.Dalam hal ini,peran Mary Adelaide Nutting sangat besar dalam membangun afiliasi pendidikan keperawatan dengan universitas.
7.   Zaman Permulaan abad 21
Pada permulaan abad ini perkembangan keperawatan berubah,tidak lagi dikaitkan dengan factor keagamaan,akan tetapi berubah pada factor kekuasaan.
8.   Masa sebelum perang dunia II
Dasar pelayanan keperawatan dititikberatkan pada pengaduan sebagai ungkapan cinta bersama yang diinspirasikan oleh ajaran agama,sasarannnya adalah pelayanan orang yang sakit.Tenaga perawat yang member pelayanan tersebut sedikit sekali atau bahkan tanpa pendidikan formal.Yang terpenting adakah praktik langsung,karena pada masa itu yang menonjol adalah model peran.Ruang lingkup pelayanan perawatan lebih dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar fisiologis manusia yang sakit.
Florence Nightingale (1820-1910) merupakan tokoh pembaharu perawatan pada saat itu dan bahkan sering disebut Ibu Perawatan.Pada waktu itu,Florence Nightingale sudah menyadari pentingnya suatu sekolah untuk mendidik para calon perawat,agar dapat diberikan pengetahuan,keterampilan dan pembinaan mental.

Florence Nightingale
Dalam tulisannya Notes on Nursing;What It Is and What It Is Not,Florence Nightingale mendirikan filosofi keperawatan pertama berdasarkan perawatan dan perbaikan kesehatan (Nightingale,1860).Beliau memandang peran keperawatan sebagai “tugas menjaga kesehatan seseorang” berdasarkan pengetahuan “bagaimana membuat tubuh berada dalam keadaan yang bebas penyakit atau untuk sembuh dari penyakit”(Nightingale,1860).Pada tahun yang sama,beliau mendirikan program pertama yang terorganisasi untuk melatih perawat yaitu Nightingale Training School for Nurses di Rumah sakit St.Thomas di kota London.
Pada tahun 1853,Nightingale menuju Paris untuk belajar bersama dengan Sisters of Charity dan selanjutnya ditunjuk sebagai pengawas Rumah Sakit Umum Inggris di Turki.Pada periode ini Nightingale membuat perubahan dalam praktik hygiene,sanitasi,dan praktik keperawatan.Beliau menjadi relawan saat Perang Crimean tahun 1853 dan mengunjungi rumah sakit di medan perang pada malam hari dengan membawa lampu;ia kemudian dikenal sebagai “lady with the lamp” (wanita dengan lampu).Fasilitas dasar,sanitasi,dan nutrisi pada rumah sakit di medan perang sangat buruk.Akhirnya beliau ditugaskan untuk mengatur dan memperbaiki kualitas dari fasilitas sanitasi.Sebagai hasilnya,angka kematian pada Rumah sakit Barracks di Scutari,Turki menurun 42,7 % menjadi 2,2 % dalam 6 bulan  (Donahue,1996:Woodham-Smith,1983)
9.   Masa Selama Perang Dunia II
Selama perang,banyak kejadian yang merupakan “tekanan” bagi setiap bangsa di dunia.Penerapan teknologi modern dalam bidang pelayanan orang sakit telah mulai diperkenalkan waktu itu sebagai jawaban atas kebutuhan pelayanan kesehatan akibat penderitaan selama perang.Timbulnya penyakit akibat perang,menyebabkan dibutuhkannya peningkatan pengatuhan dan keterampilan tenaga medis maupun perawat.Kemampuan satu bidang profesi tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan waktu itu.Inipun merupakan tantangan baru bagi perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan bersama dengan pfofesi lain.
          10.Masa Pasca Perang Dunia II
                        Akibat Perang Dunia II yang mengakibatkan banyaknya penderitaan bagi penduduk dunia telah menggugah semua pihak untuk memperbaiki  keadaan dunia,perkembangan pesat di segala ilmu dan bidang kehidupan,sekaligus merupakan perubahan-perubahan untuk mewujudkan masyarakat dunia yang sejahtera.
                        Dasar pemikiran semula,”The Nurse must give total patient care” dalam arti sempit telah berkembang,dalam arti luas perawat lebih menyadari atas makna totality of the individual client dari sebelumnya.Oleh karena itu terjadi perubahan dari perawat bekerja sendiri menjadi bekerja secara team.
                        Dalam dekade ini telah dilancarkan perjuangan untuk pengakuan keperawatan sebagai profesi.Lucile Brown (1948) menulis laporan tentang pengakuan perawat sebagai profesi merupakan titik tolak yang besar untuk kehidupan perawat dan profesi perawat.
11.         Sejak Tahun 1950
Dalam mengacu proses profesionalisme,perlu pengembangan pendidikan perawatan.Sebenarnya pendidikan keperawatan di tingkat universitas sudah ada sejak tahun 1909 di Universitas Minoseta Amerika. Namun,pengakuan perawat sebagai profesi,baru terjadi tahun 1950,inipun baru pengakuan saja,belum memenuhi karakteristik profesi.
Pendidikan perawat pada tingkat “Bachelor” dimulai tahun 1919.Pada tahun 1977 telah terdapat 3830 orang lulusan master di bidang keperawatan dan pada tahun 1972 terdapat 9 institusi yang melaksanakan program Doktor di bidang keperawatan.


B. PERKEMBANGAN KEPERAWATAN DI INDONESIA
1.   Masa sebelum kemerdekaan
Pada masa pemerintahan colonial Belanda,perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut verpleger dengan dibantu Zieken oppaser sebagai penjaga orang sakit.Mereka bekerja pada rumah sakit Binnen Hospital di Jakarta yang didirikan pada tahun 170 untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda.Usaha pemerintah masa itu antara lain membentuk Dinas Kesehatan Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat.Namun hanya untuk kepentingan tentara Belanda.
Sebaliknya,Gubernur Jenderal Inggris,Rafless sangat memperhatikan kesehatan rakyat.Semboyannya adalah kesehatan adalah milik manusia,ia melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi antara lain mengadakan pencacaran umum,membenahi cara perawatan pasien gangguan jiwa serta memperhatikan kesehatan dan perawatan para tahanan.
Setelah pemerintah colonial kembali ke tangan Belanda,usaha-usaha peningkatan kesehatan penduduk mengalami kemajuan.Pada tahun 1819 di Jakarta didirikan beberapa rumahsakit,salahsatu diantaranya adalah Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM).Pada kurun waktu 1816-1942 berdiri beberapa rumahsakit swasta milik Misionaris Katolik dan Zending Protestan antara lain Rumah Sakit PGI Cikini.Rumah Sakit St.Carolus Salemba,Rumah Sakit St. Boromeus Bandung dan Rumah Sakit Elisabeth Semarang.Bersamaan dengan berdirinya rumah sakit diatas,didirikan sekolah perawat,RS PGI Cikini tahun 1906 menyelengggarakan pendidikan juru rawat,RSCM tahun1912 ikut menyelengggarakan pendidikan juru rawat.Kekalahan tentara sekutu dan kedatangan tentara Jepang tahun 1942-1945 menyebabkan perkembangan mengalami kemunduran.

2.   Masa setelah kemerdekaan
·       Periode tahun 1945-1962
Tahun 1945-1950,tenaga perawat yang digunakan di unit-unit pelayanan keperawatan masih meneruskan system pendidikan yang telah ada (lulusan “perawat” Pemerintah Belanda)
Bentuk-bentuk kegiatan pelayanan keperawatan dari tahun 1945 sampai 1962 masih berorientasi pada keterampilan melaksanakan prosedur.Pembangunan dibidang kesehatan diawali tahun 1949.Rumah sakit dan balai pengobatan mulai dibangun untuk memenuhi kebutuhan tenaga keperawatan.Pendidikan keperawatan
dari awal kemerdekaan sampai tahun 1953 masih berpola pada pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Tahun 1955 di buka Sekolah Djuru Kesehatan (SDK) dengan pendidikan dasar umum sekolah rakyat ditambah pendidikan satu tahun dan Sekolah Pengamat Kesehatan yaitu sebagai pengembangan SDK ditambah pendidikan satu tahun.
Tahun 1962 dibuka Akademi Perawat,yaitu Pendidikan tenaga keperawatan dengan dasar pendidikan umum SMA di Jakarta,di RSUP Cipto Mangunkusumo yang sekarang dikenal sebagai Poltekes Jurusan Keperawatan Jakarta.
·       Periode tahun 1963-1982
Tidak terlalu banyak perkembangan di bidang keperawatan,sekalipun sudah banyak perubahan dalam pelayanan,tempat tenaga lulusan Akademi Keperawatan banyak diminati oleh rumah sakit-rumah sakit,khususnya rumah sakit besar.
·       Periode tahun 1983-sekarang
Tahun 1983 merupakan tahun kebangkitan profesi keperawatan di Indonesia,sebagai perwujudan lokarya pada tahun 1984 diberlakukan kurikulum nasional untuk Diploma III Keperawatan.
Tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan kurikulum pendidkan tenaga keperawatan jenjang S1  juga disahkan.
Tahun 1992,secara hokum keberadaan tenaga keperawatan sebagai profesi diakui dalam undang-undang.
Tahun 1995 dibuka lagi Prodi Ilmu Keperawatan di Universitas Padjadjaran Bandung.
Tahun 1998 dibuka program S2 Keperawatan yang ketiga di Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.Kurikulum Ners disahkan,digunakannya kurikulum ini merupakan hasil pembaruan kurikulum S1 Keperawatan tahun 1985.
Tahun 1999 program S1 kembali dibuka di Universitas Airlangga Surabaya,Universitas Brawijaya Malang,Universitas Hasanudin Ujung Pandang,Universitas Sumatera Utara,Universitas Diponegoro Jawa Tengah,Universitas Andalas dan dengan SK Mendikbud No.129/D/O/1999/dibuka juga Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) di St.Carolus Jakarta.Pada tahun ini juga (1999) kurikulum D III Keperawatan selesai diperbaharui dan mulai didesiminasikan serta diberlakukan secara nasional.
Tahun 2000 diterbitkan SK Menkes No. 647 tentang Registrasi dan Praktik Perawat sebagai regulasi praktik keperawatan sekaligus kekuatan hokum bagi tenaga perawat dalam menjalankan praktik keperawatan secara professional.